Rabu, 12 Oktober 2011

KEADILAN YANG TERKIKIS

Mungkin lelah sudah jika waktu ini selalu dibuat bicara soal keadilan. Hampir semua lapisan masyarakat memaknai bahwa adil itu sama rata, tidak ada yang dibeda-bedakan. Anak kecilpun jika tidak mendapatkan keadilan dari orang tuanya pasti marah dan menangis. Keadilan sudah dikenalkan sejak manusia belum baligh.
Dalam kehidupan sehari – hari kita selalu dihadapkan dengan perbuatan adil dan tidak adil. Setiap orang pasti mengetahuinya. Dalam lingkungan pendidikan, masyarakat, dan hubungan pemerintah dengan rakyat keadilan harus merata. Namun keadilan hanya menjadi topic utama dalam PEMILU. Mereka yang berkampanye sok adil dan amanah demi mendapatkan dukungan luas. Meski pada akhirnya lupa dengan hal yang utama itu.
Saat ini hukum bisa dibeli. Berbagai kasus yang melibatkan pejabat – pejabat Negara yang korupsi hanya mendapatkan hukuman yang ringan, tempat penjaranya pun bisa memilih kelas-kelasnya, layaknya di hotel yang mewah. Contoh yang pernah kesorot media adalah Ayin dimana kamar penjaranya sangat mewah. Fasilitasnya terpenuhi, AC, home theatre, tempat tidur yang empuk, dsb.
Di sisi lain ada narapidana yang mati di dalam kurungan, mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, dan bahkan disiksa. Jika yang terpidana itu rakyat biasa maka betul – betul merasakan hukuman yang sebenarnya. Kenapa jika terpidana itu pejabat mendapat perlakuan yang istimewa. Keadilan sudah terkikis. Para penegak hukum; hakin, jaksa, dan polisi menjadikan hukum itu sebagai bisnis yang sangat menguntungkan. Tawar menawar harga sangat lumrah di lingkungan penegak hukum demi mendapatkan putusan yang meringankan bahkan putusan bebas. Puluhan miliyaran tak peduli untuk menyogok hakim, jaksa, dan polisi.
Peran serta pemerintah sangat lemah dalam memberantas mafia peradilan. Pemberantasan korupsi sangat tebang pilih. Korupsi di eksekutif maupun legislative semakin merajalela dalam lingkaran setan yang tak bisa disentuh oleh hukum. Setoran pajak dari rakyat, perusahaan dan lain-lain dijadikan santapan para mafia pajak. APBN kita dikorupsi mafia BANGGAR DPR RI. Century gate tidak selesai. Skandal BLBI menjadi bahan bargain para penguasa. Kasus semanggi I dan II tidak ada kejelasannya. Dimanakah letak keadilan itu?
Keadilan pada hakikatnya adalah milik kita semua. Namun pada praktiknya keadilan bukan milik kita alias milik para penguasa dan pemilik modal. Sehingga rakyat kecil tidak mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Protes rakyat menjadi hal biasa yang tak diperhatikan oleh pemerintah. Akibatnya rakyat tetap miskin dan seperti tak memiliki pemimpin yang bisa mengayomi dan melindungi. Keadilan sungguh tak didapat oleh rakyat. Subsidi BBM, BLT, pinjaman-pinjaman lunak itu hanya sisa-sisa kekayaan Negara yang sudah dikorupsi oleh para penguasa dan wakil-wakil rakyat kita. Negara kita kaya kawan, kenapa rakyat tetap miskin.
Lelah sudah manjadi rakyat yang miskin, memiliki pemimpin atau wakil-wakil rakyat yang tidak amanah dan tak mengayomi rakyatnya. Padahal UUD 45 pasal 34 ayat 1 menjelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Apakah pemerintah kita sudah menjalankan sepenuhnya amanat UUD tersebut. Masih banyak saudara kita yang tidak mendapatkan gizi yang layak, konsumsi beras yang tidak layak dikonsumsi, pengemis merajalela, anak muda tak sekolah. Bohong jika pemerintah mengklaim angka kemiskinan berkurang.
Total angka kemiskinan sebenarnya tiap tahun bertambah seiring dengan bertambahnya angka kelahiran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 17,75% atau 39,05 juta jiwa. Hasil pengukuran ini sangat jauh berbeda dengan hasil pengukuran Bank Dunia yang menyebutkan bahwa persentase miskin di Indonesia sebesar 49% atau 108,78 juta jiwa.
Jika angka kemiskinan tiap tahunnya berkurang itu hanya klaim saja oleh pemerintah. Dari penalaran yang sederhana orang-orang miskin itu juga memiliki anak lebih dari 2 (dua) setiap keluarga. Tidak sedikit anak-anaknya itu mewarisi nasib yang sama seperti orang tuanya. Apakah ini bisa dikatakan jumlah angka kemiskinan berkurang..?
Semua ini tak lain adalah akibat dari ulah penguasa yang tidak adil. Sehingga Negara yang kaya tidak bisa dirasakan sepenuhnya oleh bangsanya senidiri. Keadilan tidak ditemukan di setiap lembaga pemerintahan bagi rakyat kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar