Jumat, 07 Januari 2011

Ticket Ke Senayan Tak Perlu Biaya Tinggi

Dalam siatuasi yg seperti ini lebih baik jadi orang bijak dari pada pinter namun banyak yg menghujat. Memang terkenal di muka publik itu hebat luar biasa, namun hati2 sekali terpeleset akan celaka. Sehingga tak perlu heran sama orang yg terkenal tiba2 hilang dari peredaran. ini sebab musababnya dari tingkah lakunya sendiri.
Typologi bangsa Indonesia kurang menyukai sosok yg terlalu mencolok, berlebihan, dan banyak omongnya. orang jawa khususnya suka meneng lan waspodo (diam tapi waspada) gaya inilah sebenarnya ditiru oleh Penguasa Orde Baru, Soeharto, dan juga muridnya yakni SBY. diamnya Soeharto ternyata menghanyutkan, begitu halnya SBY, diam tapi atur strategy. beberapa kali ada upaya melengserkan namun kandas. jenderal yg pernah menjabat sbg Kostrad itu rupanya sudah sangat matang menjadi kadernya Soeharto.
saat ini sangat berbeda dg era Soekarno. Rakyat butuh kemerdekaan. sehingga rakyat mudah disatukan dg satu misi yaitu merdeka. jadi memang diperlukan tokoh seperti Soekarno, ahli orator, yg mampu membangkitkan semangat kemerdekaan rakyat Indonesia.
waktu terus berjalan dan tak akan terulang kembali. Era 45 sudah berlalu. Sekarang inilah saatnya kita memaintaince kemerdekaan itu agar dirasakan segenap bangsa Indonesia. rakyat butuh bukti bukan janji. inilah tiket masuk Senayan. bagi siapapun yg mampu memenuhi keinginan rakyat pasti akan dipilihnya.
Sebenarnya simple modalnya. penuhi dulu keinginan rakyat. karena rakyat itu umpama piaraan yg butuh dipelihara. sebias harimau jika terus dilatih dan dipelihara akan jinak juga bahkan tunduk kepada majikannya. sekeras batu sekalipun hati seseorang jika terus ditimpa pasti akan lunak juga, sebagaimana yg pernah dialami Ibnu Hajar al-Asqalani, dg ketekunannya mampu menajamkan otaknya yg tumpul.