Minggu, 08 Maret 2009

WAWASAN AL-QUR'AN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

A. Pendahuluan
Di era globalisasi saat ini, HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu isu yang sangat menyedot perhatian dan menjadi agenda yang makin penting, terutama di dunia ketiga, termasuk dunia Islam. Isu HAM bahkan menjadi factor pertimbangan kebijakan luar negeri setiap Negara. Lebih dari itu, keharusan adanya penghormatan terhadap HAM ini menjadi pra-syarat dalam hubungan Internasional. Suatu Negara yang dinilai dan diketahui mengabaikan HAM, dapat dipastikan ia akan menjadi sasaran kritik dan diisolir dari pergaulan antar bangsa. HAM di sini dimaksudkan sebagai hak-hak tertentu, yang melekat secara eksistensial dalam identitas kemanusiaan tanpa melihat kebangsaan, agama, jenis kelamin, status social, pekerjaan, kekayaan atau karrakteristik etnik, budaya dan perbedaan social lainnya.
Sesuaikah Islam dengan wacana modern yanag bernama HAM? Sebuah pertanyaan yang menjadi bahan peredebatan di kalangan umat Islam sekarang ini. Hamper di semua masyarakat non-Barat , wacana HAM itu menjadi bahan debat yang actual. Mereka memunculkan pertanyaan-pertanyaan: "Apakah barat boleh memaksakan satu paradigma tertentu terhadap masyarakat non-Barat? Sementara sudah menjadi suatu kebenaran public bahwa masing-masing masyarakat dan lingkungan ekebudayaan mempunyai acuan normative dengan standart yang berbeda-beda pula. Haruskah suatu acuan normative yang lahir dari konteks kebudayaan tertentu diberlakukan secara universal? Apakah ini bukan merupakan bagian dari al-Gazwu al-fikr (invasi cultural) dunia Barat terhadap dunia ketiga?
Perdebatan seputar HAM sangat menarik untuk dikaji, terutama bagi kaum akademisi yang notabene di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), sebagai salah satu pintu masuk untuk mengaktualisasikan sebuah visi sekaligus usaha mencari kejernihan permasalahan.






B. Pembahasan-pembahasan
I. Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia :
Secara definitive "hak" merupakan unsure normative yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.
Yang dimaksud "hak-hak asasi" dalam judul ini ialah hak-hak asasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal "human rights". Sementara itu HAM dalam Islam dikenal dengan istilah huquq al-insan al-dlaruriyyah. Sebagaimana diketahui, hak-hak asasi manusia itu disepakati dalam bentuk resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam sidangnya di Paris pada tanggal 10 Desember 1948. tetapi tidak berarti bahwa hak-hak asasi manusia baru dilahirkan pada tahun 1948 melainkan sudah mempunyai sejarah yang lama.
Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa "Human rights could be generally defined as those rights which are inherent in our nature and without which can not live as human being" (hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia). Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bias terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.
Dalam Undang-Undang (UU) nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 disebutkan bahwa "Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluq Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia".
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap indifidu, masyarakat dan Negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap KAM (Kewajiban Asasi Manusia) dan TAM (Tanggung Jawab Asasi Manusia) dan kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat dari HAM adalah keterpaduan antara HAM, KAM dan TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.
Sekaitan dengan hak-hak asasi manusia, dijelaskan dalam pasal 2 tentang HAM yaitu: setiap orang mempunyai hak atas semua hak kebebasan yang termaktub di dalam pernyatan ini, tanpa kekecualian macam apapun, seperti asal usul keturunan, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendirian politik atau pendirian lainnya, kebangsaan atau asal-usul social, hak milik, status kelahiran, ataupun status lainnya. Selanjutnya tidak aka nada perbedaan sama sekali atas dasar setatus politik, hokum ataupun status internasional negeri atau wilayah seseorang berasal, apakah negeri itu berasal, apakah negeri itu merdeka, merupakan wilayah perwalian atau dikenal pembatasan-pembatasan kedaulatan lainnya. Dan juga disebutkan dalam pasal 3 yaitu: Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang.

II. HAM: Sejarah Kelahiran dan Perkembangannya
Wacana HAM sebenarnya sudah muncul semenjak abad ke-17 dan 18 Miladiyah. Kala itu bermula sebagai reaksi terhadap absolutisme para raja dan kelompok feodalis yang ditujukan terhadap rakyat yang diperintah atau manusia yang dipekerjakan. Pada masa itu secara hirarkhis dikhotomi masyarakat, mereka diklasifikasikan menjadi dua lapisan; lapisan atas (minoritas) di satu sisi, yang memiliki hak-hak. Dan lapiosan atas (mayoritas) di lain pihak, yang hanya meiliki kewajiban-kewajiban. Dalam berinteraksi, kelompok atas yang minoritas (ningrat) lebih menunjukkkan sifat kesewenang-wenangan, hinga puncaknya memerkosa kodrat kemanusiaan bagi kelas bawah, kemudian pada fase berikutnya melahirkan system perbudakan.
Secara historis, ide tentang HAM berasal dari gagasan tentang hak-hak alami. Oleh karenanya HAM diangap sebagai bagian dari hakikat kemanusiaan yang paling fundamental. Di dunia barat ide tentang HAM merupakan hasil perjuangan kelas social yang menuntut tegaknya nilai-nilai dasar kebebasan dan persamaan. Persetujuan kelas tersebut secara kronologis tercermin dengan lahirnya Magna Carta (Piagam Agung) pada 15 Juni 1215 di Inggris, sebagai bagian pemberontakan para baron Inggris terhadap raja Jhon. Disusul dengan Bill of Rights pada 1689 yang juga di Inggris berisi penegasan pembatasan kekuasaan raja.
Kemudian disusul dengan The American Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan Amerika) pada 6 Juli 1776. lalu disusul Declaration des droit de I' home et du citoyen (pernyataan haka-hak manusia dan wearga Negara), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Prancis, 4 Agustrus 1789 dengan slogannya yang populer pada waktu itu: Liberte (kebebasan), Egalite (Persamaan), dan Feternite (Persaudaraan) sebagai bentuk perlawanan dan penolakan terhadap rezim yang berkuasa sebelumnya.
Proses pertumbuhan HAM mencapai puncaknya, ketika perang dunia II usai, PBB pada tanggal 10 Desember 1948, yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB mendeklarasikan The Universal of Human Rights yang berisi 30 pasal. Pasal 1 dan 2 berisi pernyataan umum mengenai bahwa manusia mempuyai hak yang didapatkan sejak lahir dan tanpa diskriminasi tanpa dasar apapun. Pasal 3 hingga pasal 27 berkaitan dengan ekonomi social, sedangkan tiga pasal terakhir (28 hinga 30)menegaskan kebutuhan akan sebuah kerangka kerja di mana hak-hak di atas dapat direalisasikan.
Keputusan di atas dimantapkan lagi dengan dua dokumen lainnya yang merupakan hasil kesepakatan internasional sebagai acuan bagi pengertian HAM. Keduanya adalah "International Convent on Economic and Cultural Right"(31 Januari 1976) dan "International Convent on Civil and Political Rights"(23 Maret 1976)

III. Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia
Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human Rights) atau yang dikenal dengan istilah DUHAM, Hak Asasi Manusia terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu :
Hak personal, hak legal, hak sipil dan politik yang terdapat dalam pasal 3 – 21 dalam DUHAM tersebut memuat :
1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berprikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4. Hak untuk memperoleh pengakuan hokum dimana saja secara pribadi;
5. Hak untuk pengampunan hokum secara efektif;
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7. Hak untuk peradilan yang independent dan tidak memihak;
8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11. Hak atas perlindungan hokum terhadap serangan semacam itu
12. Hak bergerak;
13. Hak memperoleh suaka;
14. Hak atas satu kebangsaan;
15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16. Hak untuk mempunyai hak milik;
17. Hak bebas berpikir, berkesadaran dan beragama;
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat;
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

Sedangkan hak ekonomi, social dan budaya berdsarkan pada pernyataan DUHAM menyangkut hal-hal sebagai berikut, yaitu :
1. Hak atas jaminan social;
2. Hak untuk bekerja;
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7. Hak atas pendidikan;
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.

Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I – IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari hak :
1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2. Hak kedudukan yang sama di dalam hokum;
3. Hak kebebasan berkumpul;
4. Hak kebebasan beragama;
5. Hak penghidupan yang layak;
6. Hak kebebasan berserikat;
7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.

Selanjutnya secara opeasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tantang HAM sebagai berikut :
1. Hak untuk hidup;
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3. Hak mengembangkan diri;
4. Hak memperoleh keadilan;
5. Hak atas kebebasan pribadi;
6. Hak atas rasa aman;
7. Hak atas kesejahteraan;
8. Hak turut serta dalam pemerintahan;
9. Hak wanita;
10. Hak anak.

IV. HAM Dalam Tinjauan al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai sebuah kitab dengan ajarannya yang universal dan komprehensif meliputi akidah, ibadah, dan mu'amalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah memuat ajaran tentang mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah; dengan memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua dimensi ajaran tersebut dilandasi dengan syari'at atau fiqih. Dalam konteks syari'at atau fiqih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Adanya ajaran tentang HAM dalam islam menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluq terhormat dan mulia.
Sedangkan ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai berikut :
1. Hak persamaan dan kebebasan (surat al-Isra: 70; al-Nisa: 58, 105, 107, 135; al-Mumtahanah: 8)
2. Hak hidup (surat al-Maidah: 45; al-Isra: 33)
3. Hak perlindungan diri (surat al-Balad: 12-17; al-Taubah: 6)
4. Hak kehormatan pribadi (surat al-Taubah: 6)
5. Hak berkeluarga (surat al-Baqarah: 221; al-Rum: 21; al-Nisa: 1; al-Tahrim: 6)
6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (surat al-Baqarah: 228; al-Hujurat: 13)
7. Hak anak dari orang tua (surat al-Baqarah: 233; al-Isra: 23-24)
8. Hak mendapatkan pendidikan (surat al-Taubah: 122; al-Alaq: 1-5)
9. Hak kebebasan beragama (surat al-Kafirun: 1-6; al-Baqarah: 156; al-Kahfi: 29)
10. Hak kebebasan mencari suaka (surat al-Nisa: 97; al-Mumtahanah: 9)
11. Hak memperoleh pekerjaan (surat al-Taubah: 105; al-Baqarah: 286; al-Mulk: 15)
12. Hak memperoleh perlakuan sama (surat al-Baqarah: 275-278; al-Nisa: 161; al-Imran: 130)
13. Hak kepemilikan (surat al-Baqarah: 29; al-Nisa: 29)
14. Hak tahanan (surat al-Mumtahanah: 8)
Firman-firman Allah dalam al-Qur'an yang menyangkut hak-hak asasi manusia itu antara lain dapat disebut sebagai berikut:

Toleransi di tengah keragaman makhluk Tuhan
a. Sutrat al-Hujarat ayat 13.
 ••           •      •    
"Wahai umat manusia ! sesungguhnya telah kami ciptakan kamu (terdiri dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal; sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa".

Asbab al-Nuzul :
Dikisahkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada Bani Bayadhah agar mereka mengawinkan salah satu perempuan dari suku mereka dengan Abu Hindun. Akan tetapi mereka menolak, senbari berkata, "apakah kami mengawinkan anak-anaka perempuan kami dengan para budak? kemudian Allah menurunkan ayat tersebut sebagai bukti bahwa antara kalangan budak dan kalangan mereka adalah setara. Yang membedakan di antara mereka bukan status socialnya, melainkan ketakwaannya.



Pengertian secara umum:
Ayat ini mengajarkan pada kita tentang persamaan harkat dan martabat manusia. Yang menjadikan seseorang lebih mulia satu dari yang lain dalam pandangan Allah, bukanlah jenis kelaminnya, dan bahkan bukan juga warna kulitnya melainkan taqwanya.
Allah menciptakan manusia dalam jenis laki-laki dan perempuan, lalu menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Keragaman tersebut merupakan suatu kehendak Tuhan yang sudah dicatat di singga sanan-Nya, bahwa setiap makhluk-Nya harus mampumembangun toleransi dan saling pengertian di antara mereka.
Ayat tersebut merupakan ayat Makkiyah, atau ayat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah al-Munawwarah. Ayat tersebut hendak menyapa manusia dalam kapasitas primordilanya sebagai manusia. Karena itu, ayat tersebut dimulai dengan, Ya ayyuha al-naas (wahai manusia). Di antaranya bertujuan unuk mengenalkan kepada manusia tentang pentingnya humanisme. Setiap manusia harus menghormati manusia yang lain. Setiap bangsa harus menghargai kebebasan dan kemerdekaan bangsa yang lain. Begitu pula setiap suku harus menghormati keberadaan suku yang lain.

Tidak ada paksaan dalam agama
b. Surat al-Baqarah ayat 256
      ••                     
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada bubul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Asbab al-Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sebelum Islam datang, ada seorang wanita yang selalu kematian anaknya. Ia berjanji kepada dirinya, apabila ia mempunyai anak dan hidup akan dijadikan Yahudi. Ketika Islam dating dan kaum Yahudi Bani al-nadlir diusir dari Madinah (karena pengkhianatannya), ternyata anak tersebut dan beberapa anak lainnya yang sudah termasuk keluarga Anshar, terdapat bersama-sama kaum Yahudi. Berkatalah kaum Anshar: "Jangan kita biarkan anak-anak kita bersama mereka ". maka turunlah ayat tersebut di atas sebagai teguran bahwa tidak ada paksaan dalam Islam. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu hibban yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Pengertian secara umum :
Allah memberitahukan bahwasannya tidak ada paksaan dalam agama. Hal ini terjadi ketika sebagian kaum Anshar ingin memaksa anak-anak mereka yang beragama Yahudi dan Nashrani untuk memeluk agama Islam. Kemudian Allah memberitahukan bahwa dengan diturunkan al-Qur'an dan diutusnya Rasulullah SAW serta ditolongnya orang-orang yang dekat dengan Allah, maka menjadi jelaslah antara petunjuk edengan kesesatan, dan antara kebenaran dengan kebatilan.
Kebebasan beragama
Al-Qur'an dan al-Sunnah menegaskan bahwa keberagamaan harus didasarkan pada kepatuhan yang tulus kepada Allah, "mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS. Al-Bayyinah: 5). Karena itu pula, "tidak ada paksaan dalam menganut agama" (QS. Al-Baqarah: 256) sebab beragama sumbernya adalah jiwa dan nurani manusia, dan ketika terjadi paksaan agama, terjadi pula pemasungan nurani. Kewajiban para Rasul, demikian juga penganjur-penganjur agama Islam, adalah sekedar menyampaikan.

Keberagaman agama adalah Sunnatullah
c. Surat Yunus ayat 99
        •    ••    
"Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?".

Pengertian secara umum
Allah menerangkan tentang sunnatullah mengenai umat beserta Rasul-rasulnya. Juga mengenai. Juga mengenai diciptakannya manusia dalam keadaan siap untuk beriman atau kafir, dan untuk menjadi orang yang baik atau jahat. Termasuk mengenai kaitan antara kehendak Allah dan hikmah-Nya, dengan perbuatan-perbuatan Allah dan perbuatan hamba-hamba-Nya. Bahwa semua itu, sesuai dengan kehendak dan hikmah Allah Ta'ala.
Ayat ini juga mengajarkan supaya manusia bersikap toleran dalam hal agama, termasuk juga keyakinan atau kepercayaan; kalau ada pembatasan, maka batas itu ialah selama yang satu tidak bersikap, apalagi bertindak menyerang yang lain. Ini tampaknya merupakan sehimpunan tanggung jawab toleransi kepada sesama manusia sebagaimana diteladani Rasulullah SAW sejak lama sebelum kenabiannya. Bila wajah intoleransi yang lebih mengemuka, maka harus diakui ajaran mulia yang dibawa Nabi akan jauh api dari pangang. Setidaknya akan muncul anggapan , bahwa tidak ada kesesuaian antara nilai-nilai toleransi yang diusung Nabi dengan realitas social yang penuh dengan tindakan intoleransi. Di tengah dahsyatnya arus globalisasi, fundamentalisme, puritanisme, bahkan radikalisme dan terorisme sementara ini menggantikan wajah Islam yang luhur dan ramah.

Perintah keadilan
d. Surat al-Maidah ayat 8
          •            •        
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".

Pengertian secara umum
Dan janganlah permusuhan dan kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi, terhadap mereka pun kamu harus tetap memberi kesaksian dengan hak yang patut mereka terima. Juga, putusilah mereka sesuai dengan kebenaran. Karena, orang mukmin mesti mengutamakan keadilan daripada berlaku aniaya dan berat sebelah. Bahwa keadilan itu , adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan tanpa pandang bulu.
Islam selalu selalu menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan baik di kala perang maupun dalam keadaan damai. Tawanan-tawanan perang tidak boleh disiksa, disakiti, diperlakukan tidak manusiawi, dikhianati dan dibunuh, namun harus diperlakukan dengan adil dan dihormati hak-haknya. Islam memproklamirkan perlunya penghormatan kepada manusia dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sejak empat belas abad yang lalu, sebagaimana firman Allah SWT: "Dan sesungguhnyatelah kami muliakan anak-anak Adam". (QS. Al-Isra': 70).

Munasabah Ayat
Sejak awal harus diakui, bahwa tanpa ajaran toleransi, agama-agama akan kehilangan élan vitalnya. Islam sebagai agama yang datang paling akhir mempunyai pandangan yang relative komprehensif tentang pentingnya cinta-kasih. Islam adalah agama yang ajarannya tidak hanya untuk kalangan Muslim, tetapi juga untuk manusia seantero dunia, agar menebarkan kerukunan, cinta damai dan saling hormat menghormati. Sebagaimana dipesankan dalam al-qur'an surat al-Hujarat ayat 130 yang berisi tentang pentingnya toleransi. Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku supaya saling mengenal tidak untuk bermusuhan. Karena sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.
Manusia dalam kodratnya adalah makhluk social. Makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia itu tidak bisa hidup secara individual. Antara satu sama lainnya saling membutuhkan. Oleh karenanya, manusia perlu toleransi sebagai pilar utama untuk menjalin kerukunan di antara sesama, di samping itu, toleransi telah menjadi langkah awal untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Sesame manusia mempunyai hak yang sama, di antaranya adalah hak beragama, hak hidup, dan sebagainya. Hak kebebasan beragama tercermin dalam surat al-Baqarah ayat 256 telah memberikan pesan bahwa tidak ada unsure paksaan untuk memasuki agama. Dan sesungguhnya telahh jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.
Manusia di muka bumi ini tidak bisa hidup dengan seragam, ada yang iman dan ada pula yang kufur, dan juga memiliki pandangan teologis yang berbeda-beda. Kesemuanya ini adalah sunnatullah. Meskipun manusia tak henti-hentinya menyerukan supaya beriman kepada Allah, namun mereka tidak akan bisa. Maka, jelaslah yang diwahyukan Allah SWT dalam surat Yunus ayat 99; "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya".
Meskipun dalam realitanya Islam tidak hidup satu agama melainkan berdampingan dengan agama-agama lain, dengan berbagai suku, dan bangsa. Namun al-Qur'an hadir sebagai pembawa rahmat dan mengajarkan keadilan. Melarang menebarkan kebencian terhadap terhadap suatu kaum, sehingga mendorong untuk berlaku tidak adil. Di dalam surat al-Maidah ayat 8, Allah memerintahkan agar orang-orang yang beriman selalu berlaku adil. Oleh akarena itu semua manusia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan keadilan.

C. Kesimpulan
Yang dimaksud "hak-hak asasi" ialah hak-hak asasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal "human rights".". HAM dalam Islam dikenal dengan istilah huquq al-insan al-dlaruriyyah. Dan disepakati dalam bentuk resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Paris pada tanggal 10 Desember 1948. Namun wacana HAM sebenarnya sudah muncul semenjak abad ke-17 dan 18 Miladiyah.
Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi HAM PBB), HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia).

HAM Dalam Tinjauan al-Qur'an
Adanya ajaran tentang HAM dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa Kitab Suci yang membawa pesan moral dan telah menempatkan manusia sebagai makhluq terhormat dan mulia.
Sedangkan ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah berdasarkan pada ayat-ayat al-Qur'an sebagaimana dijelaskan di atas.

D. Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami presentasikan di hadapan bapak dosen dan kawan-kawan mahasiswa sekalian. Saran dan kritik selalu kami harapkan, agar makalah hari esok lebih baik dan benar.









E. Daftar Pustaka
• Harjono, Anwar DR. Da'wah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan. Jakarta: Media Dakwah, 1987.
• Husin, Said Aqil. Al-Qur'an: Membangun Tradisi Keshalihan Hakiki. Ciputat Jaksel: Ciputat Press, 2003.
• Jabir, Abu Bakar al-Jaziri. Tafsir al-aisar, diterjemahkan oleh M.Azhari Hatim dan Abdurrahim Mukti. Jakarta: Dar al-Sunnah Press, 2006.
• Misrawi, Zuhairi. Al-Qur'an Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Multukulturalisme. Jaksel: Penerbit Fitrah, 2007.
• Mustafa, Ahmad Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi. Diterjemahkan oleh K.Anshori Umar Sitanggal, dkk. Semarang: CV. Toha Putra, 1993.
• Al-Qurthubi, Imam. Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, Jild VIII. Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
• Rosyada, Dede.dkk. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
• Shaleh, Qamaruddin, dkk. Asabab al-Nuzul. Bandung: CV. Diponegoro, 1995.
• Shihab, M.Quraisy. Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur'an. Bandung: Mizan, 2001.
• Siraj, Said Aqil Prof. DR. Islam Kebangsaan: Fiqih Demokratik Kaum Santri Ciganjur Jakarta: Fatma Press, 1999.
• Al-Zuhaili, Wahbah. Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban, diterjemahkan oleh M. Thohir. Yogyakarta: DINAMIKA, 1996.

2 komentar: